Persamaan antara diriku dengan anak kecil di depan toko kue
Kemarin aku melihat seorang anak kecil di depan etalase toko kue. Dia memandang kue-kue yang berderet dengan mata melototnya, terpesona oleh kue-kue berhiaskan krim berwarna-warni itu seolah apa saja akan dia lakukan demi bisa memakan beberapa kue-kue itu.
Anak itu mengingatkan aku pada diriku sendiri di depan rak buku di toko buku. Mungkin kalo ada seseorang yang melihat aku, dia akan menyodorkan sebungkus nasi untukku karena sorot mataku yang sangat kelaparan J.
Akhirnya mama si anak membelikan sebuah kue untuk anak kecil itu. Si anak kecil memegang kue itu dengan hati-hati. Dikupasnya kertas pelapis kue dengan perlahan seolah tidak ingin sedikitpun remah-remah kue jatuh.
Anak itu mengingatkanku pada diriku sendiri yang setiap membaca buku selalu membaca dari sampul depan, bagian dalam sampul, semua teks copyright, nama pengarang, nama penerjemah (jika ada), judul asli, semua pengantar dan pendahuluan, sampai bagian belakang sampul, termasuk logo penerbit, seolah tidak ingin satu hurufpun terlewat dari mata hausku.
Anak itu makan kue dengan begitu menikmatinya. Ia begitu terserap oleh kue itu seolah hanya dia dan kue itu yang ada di dunia ini.
Anak itu mengingatkanku pada diriku sendiri yang sedang membaca buku. Mungkin beberapa kali suamiku memanggil tapi aku tidak mendengarnya sampai dia capek sendiri J.
Setelah kuenya habis, si anak menjilati kertas pelapis kue itu, menikmati beberapa jilatan terakhirnya dan kemudian menjilat bibirnya. Dalam sinar matanya aku lihat dia menyesal mengapa kue tersebut sudah habis.
Anak itu mengingatkanku pada diriku yang baru selesai membaca buku. Selalu buku itu kupegang-pegang sambil kubelai sampulnya. Lalu kuambil diary bukuku, dengan buku itu di depanku, mulai kutulis apa yang ada di benakku, seolah mencoba mengabadikan buku itu dalam benakku.
Si anak lalu berdiri lagi di depan etalase kue itu, sibuk memandangi kue-kue yang berbaris. Matanya berpindah dari satu kue ke kue yang lain, sibuk berpikir mana yang ingin diminta berikutnya pada ibunya.
Dia benar-benar seperti aku di depan rak bukuku sendiri. Setelah membaca satu buku, langsung memandangi rak buku sambil bingung mana yang mau dibaca berikutnya (karena masih banyak dan maunya dibaca semua J).
Jadi aku memang mirip anak kecil di toko kue itu. Hanya saja, ada satu perbedaan : kalo anak itu nggak dapat kue, mungkin dia hanya akan jadi lapar, tapi kalo aku nggak baca buku, rasanya aku bisa mati J. (Exaggerate nggak sih?? Dikit laaah J)
Salam buku,
Arleen Amidjaja
Book Addict
(penulis Delapan semester petak umpet dengan cinta, Don’t think just love dan Pacar nomor dua)
http://new.photos.yahoo.com/arleen315/album/576460762313495963#page1
Anak itu mengingatkan aku pada diriku sendiri di depan rak buku di toko buku. Mungkin kalo ada seseorang yang melihat aku, dia akan menyodorkan sebungkus nasi untukku karena sorot mataku yang sangat kelaparan J.
Akhirnya mama si anak membelikan sebuah kue untuk anak kecil itu. Si anak kecil memegang kue itu dengan hati-hati. Dikupasnya kertas pelapis kue dengan perlahan seolah tidak ingin sedikitpun remah-remah kue jatuh.
Anak itu mengingatkanku pada diriku sendiri yang setiap membaca buku selalu membaca dari sampul depan, bagian dalam sampul, semua teks copyright, nama pengarang, nama penerjemah (jika ada), judul asli, semua pengantar dan pendahuluan, sampai bagian belakang sampul, termasuk logo penerbit, seolah tidak ingin satu hurufpun terlewat dari mata hausku.
Anak itu makan kue dengan begitu menikmatinya. Ia begitu terserap oleh kue itu seolah hanya dia dan kue itu yang ada di dunia ini.
Anak itu mengingatkanku pada diriku sendiri yang sedang membaca buku. Mungkin beberapa kali suamiku memanggil tapi aku tidak mendengarnya sampai dia capek sendiri J.
Setelah kuenya habis, si anak menjilati kertas pelapis kue itu, menikmati beberapa jilatan terakhirnya dan kemudian menjilat bibirnya. Dalam sinar matanya aku lihat dia menyesal mengapa kue tersebut sudah habis.
Anak itu mengingatkanku pada diriku yang baru selesai membaca buku. Selalu buku itu kupegang-pegang sambil kubelai sampulnya. Lalu kuambil diary bukuku, dengan buku itu di depanku, mulai kutulis apa yang ada di benakku, seolah mencoba mengabadikan buku itu dalam benakku.
Si anak lalu berdiri lagi di depan etalase kue itu, sibuk memandangi kue-kue yang berbaris. Matanya berpindah dari satu kue ke kue yang lain, sibuk berpikir mana yang ingin diminta berikutnya pada ibunya.
Dia benar-benar seperti aku di depan rak bukuku sendiri. Setelah membaca satu buku, langsung memandangi rak buku sambil bingung mana yang mau dibaca berikutnya (karena masih banyak dan maunya dibaca semua J).
Jadi aku memang mirip anak kecil di toko kue itu. Hanya saja, ada satu perbedaan : kalo anak itu nggak dapat kue, mungkin dia hanya akan jadi lapar, tapi kalo aku nggak baca buku, rasanya aku bisa mati J. (Exaggerate nggak sih?? Dikit laaah J)
Salam buku,
Arleen Amidjaja
Book Addict
(penulis Delapan semester petak umpet dengan cinta, Don’t think just love dan Pacar nomor dua)
http://new.photos.yahoo.com/arleen315/album/576460762313495963#page1
2 Comments:
whoaa... soooo meeee ^^
samaa ^^ g juga gitu :P
hehehe... emang buku is da best food for the soul ;)
By
Efendi, at 11:10 AM
chanel outlet store
swarovski outlet
louis vuitton outlet
new balance shoes
michael kors outlet online
michael kors handbags
tiffany jewellery
uggs outlet
ghd uk
rolex watches outlet
true religion outlet
louis vuitton outlet store
hollister shirts
ugg outlet
air jordan shoes for sale
tiffany and co
true religion uk outlet
kate spade uk outlet
winter coats
polo ralph lauren
louis vuitton handbags outlet
michael kors handbags
michael kors outlet online
ray ban outlet
jordan shoes 2015
wellensteyn outlet
ray ban sunglasses
mm1228
By
mmjiaxin, at 8:07 AM
Post a Comment
<< Home